Score Keamanan Siber Indonesia Jauh di Bawah Rerata Dunia, Kehadiran Matra ke-IV TNI Sudah Mendesak 

Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menjadi salah satu pembicara dalam diskusi bersama Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45) yang digelar di Jakarta, Sabtu (28/09/24)/Tim Media Bamsoet.

JAKARTA, FAKTANASIONAL.NET – Sudah saatnya Indonesia segera mempersiapkan pembentukan matra ke-IV Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan menghadirkan Angkatan Siber. Kehadirannya dibutuhkan untuk memperkuat ketahanan keamanan siber di Indonesia masih rentan.

Hal ini disampaikan Ketua MPR, Bambang Soesatyo dalam diskusi bersama Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45) yang digelar di Jakarta, Sabtu (28/09/24)

Menurut politisi yang akrab disapa Bamsoet ini, ancaman siber telah menjadi bagian dari realitas ancaman pertahanan negara yang semakin nyata. 

“Kita telah sama-sama mengetahui, dunia sudah memasuki era internet of military things / internet of battle-field things, di mana operasi militer semakin dapat dikendalikan dari jarak yang sangat jauh, dengan lebih cepat, tepat, dan akurat,” katanya.

Berdasarkan data National Cyber Security Index (NCSI) tahun 2023, lanjut Bamsoet, Indonesia berada di peringkat ke-48 dari 176 negara dunia untuk keamanan siber dengan skor 63,64. Skor tersebut masih berada di bawah skor rata-rata dunia yang mencapai 67,08 poin. 

Sementara di negara dengan keamanan siber terbaik di kelompok ASEAN, Indonesia masuk menduduki peringkat ke-5 setelah Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.

“Jadi, sudah saatnya Indonesia segera mempersiapkan pembentukan matra ke-IV Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan menghadirkan Angkatan Siber. Kehadirannya untuk memperkuat tiga matra yang sudah ada, yakni Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara,” ungkap Bamsoet.

“Pembentukan TNI Angkatan Siber bisa dilihat sebagai bagian dari upaya untuk mencapai kemandirian pertahanan, mengurangi ketergantungan pada pihak asing, dan menghadapi ancaman yang semakin berkembang,” tambahnya. 

Lebih lanjut Bamsoet memaparkan bahwa ancaman siber terhadap sistem pertahanan negara sering dikaitkan dengan konsep Peperangan Generasi Kelima (5th Generation Warfare atau 5GW). 

“Dalam skenario 5GW, ancaman yang dihadapi lebih abstrak dan berbasis informasi, dengan fokus pada domain non fisik seperti dunia maya, psikologis, dan informasi,” kata Bamsoet.

Ancaman tersebut tidak lagi berwujud fisik semata, tetapi lebih kepada pengendalian dan manipulasi informasi untuk menciptakan kebingungan dan mempengaruhi opini publik serta moral militer.

“Serangan siber dapat melumpuhkan infrastruktur vital militer, sistem komunikasi, dan jaringan komando, serta merusak sistem senjata yang mengandalkan teknologi digital. Serangan jenis ini jelas bisa mengganggu pertahanan nasional secara signifikan tanpa perlu adanya kontak fisik,” kata Bamsoet.