DALAM Leaders Retreat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) 2024 di Lima, Peru, Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen Indonesia terhadap perdagangan antarnegara yang terbuka, teratur, dan adil.
Pernyataan ini mencerminkan kepedulian Indonesia terhadap tantangan global dalam mewujudkan perdagangan yang inklusif dan merata.
Indonesia menyakini perlunya komitmen kuat dari para pemimpin dunia untuk perdagangan yang bebas namun adil.
Indonesia menegaskan posisinya yaitu ingin memastikan bahwa kebijakan perdagangan global tidak hanya menguntungkan negara maju, tetapi juga memberikan ruang bagi negara berkembang dan kecil.
Hal ini relevan mengingat ketimpangan dalam perdagangan global sering menjadi isu yang menghambat kemajuan ekonomi negara-negara kecil.
Namun, sebenarnya pernyataan ini bukanlah hal baru.
Saat Presidensi G20 di Indonesia pada 2022, pesan serupa telah disampaikan, tetapi dunia justru menghadapi pelebaran konflik geopolitik dan ketidakadilan yang semakin mencolok.
Konflik Rusia-Ukraina saat itu menjadi sorotan utama, dan kini tragedi Gaza memperlihatkan semakin parahnya krisis kemanusiaan global.
Retorika tentang keterbukaan, keteraturan, dan keadilan dalam sistem dunia perlu melampaui ucapan dan bertransformasi menjadi aksi nyata.
Indonesia, sebagai salah satu ekonomi terbesar di kawasan Asia-Pasifik, memiliki peran strategis untuk menjadi teladan dan pelopor dalam menciptakan sistem dunia yang lebih adil, bukan hanya di kawasan ini tetapi di seluruh pelosok dunia.
Konsep sistem dunia yang terbuka, teratur, dan adil telah menjadi aspirasi global sejak lama.
Prinsip ini mengacu pada perdagangan bebas tanpa hambatan proteksionis, sistem ekonomi yang transparan, dan pembagian manfaat yang merata antarnegara.
Namun, realitas menunjukkan bahwa dunia masih jauh dari tujuan ini. Ketimpangan ekonomi, konflik geopolitik, dan ketidaksetaraan dalam perdagangan global terus menjadi hambatan utama.
Negara-negara besar sering kali mendominasi sistem perdagangan global, sementara negara berkembang hanya menjadi pelengkap.
Data menunjukkan bahwa sebagian besar perdagangan dunia terkonsentrasi di tangan negara maju, sedangkan negara berkembang hanya mendapatkan sedikit manfaat. Ketimpangan ini menciptakan siklus ketidakadilan yang sulit diatasi tanpa reformasi besar.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor dalam menciptakan sistem dunia baru yang lebih adil.
Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki pengaruh strategis di kawasan dan global. Namun, untuk menjadi teladan nyata, Indonesia harus memperkuat kebijakan nasional yang sejalan dengan komitmen global.
Upaya ini mencakup penguatan sektor domestik seperti UMKM dan industri dalam negeri, sehingga Indonesia tidak hanya menjadi penonton di pasar internasional.