JAKARTA, FAKTANASIONAL.NET – Perwira Polri, Inspektur Dua (Ipda) Rudy Soik menerima sanksi kode etik dari institusi yang menaunginya diduga akibat mengungkap mafia bahan bakar minyak (Mafia BBM) bersubsidi di NTT. Komisi III DPR RI meminta kejelasan dari Polri terkait kasus ini demi keadilan dan agar tidak menimbulkan kecurigaan publik.
“Permasalahan ini perlu menjadi perhatian karena terlalu kental dengan nuansa manipulasi,” kata Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Minggu (08/09/2024).
Permasalahan ini bermula dari terbongkarnya ada dugaan seorang polisi yang berpangkat Bripka A terlibat mafia BBM jenis solar yang dibawa ke wilayah Perbatasan RI-RDTL (Republik Demokratik Timor Leste) untuk kepentingan proyek APBN. BBM bersubsidi yang diselundupkan ke Timor Leste ini hasil dari penimbunan para pengepul yang dibacking oknum polisi di NTT.
Kasus tersebut telah dikonfirmasi kebenarannya oleh Kepolisian Resor Kupang Kota, NTT pada bulan Juli 2024 lalu. Berdasarkan kasus tersebut, Rudy Soik yang saat itu sebagai penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Nusa Tenggara Timur menjalankan tugasnya untuk mengusut dan menyelidiki mafia BBM ini.
Rudy Soik bahkan mendapat surat perintah tugas penyelidikan dari Kapolresta Kupang Kota Kombes Aldinan Manurung. Namun pihak Polda NTT menyatakan ada kesalahan prosedur dan ketidakprofesionalan dalam penyelidikan yang dilakukan Rudy dan tim. Sanksi yang ia terima juga atas tuduhan berkaraoke dengan istri orang, dalam hal ini Polwan yang bertugas di Polda NTT.
Rudy Soik sendiri mengaku sanksi yang diterimanya merupakan pembunuhan karakter atas dirinya karena mengungkap adanya keterlibatan oknum polisi di Polda NTT dalam jaringan mafia yang menyebabkan kelangkaan BBM bersubsidi di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Kota Kupang, bahkan hingga kawasan wisata Labuan Bajo. BBM bersubsidi yang langka di NTT diketahui terjadi sudah cukup lama.
Rudy yang sedang makan siang bersama timnya di tempat karaoke didatangi pihak Bidang Profesi dan Pengamanan Polda NTT hanya berselang beberapa jam setelah penindakan terhadap pelaku mafia BBM bersubsidi. Ia mengajak makan siang timnya dalam rangka analisis dan evaluasi (anev) terkait penindakan mafia BBM bersubsidi.
Pihak Polda NTT mempermasalahkan Rudy karena makan siang di tempat karaoke bersama dua polwan, padahal saat itu ada juga anak buahnya yang lain. Bahkan beberapa bawahannya yang akan ikut makan siang dilarang masuk oleh pihak Propam yang tiba-tiba melakukan penindakan kepada Rudy.
Karaoke Masterpiece yang menjadi lokasi tempat makan siang Rudy dan tim juga diketahui sering didatangi oleh ibu-ibu Bhayangkari untuk makan bersama.
Gilang meminta persoalan ini diusut secara transparan, apalagi ada dugaan pertikaian antara Rudy Soik dan jajaran Polda NTT terkait masalah yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat.
“Patut diduga apa yang disampaikan Rudy Soik terkait pembunuhan karakter untuk dirinya benar. Karena alasan pemberian sanksi menurut saya terlalu mengada-ada, karena ada jajaran anggota Polri lainnya di tempat makan karaoke itu,” ungkapnya.
“Komisi III DPR akan ikut mengawal permasalahan ini mengingat Polri merupakan mitra kami. Secara akal sehat, kita bisa melihat ada upaya penjegalan terhadap saudara Rudy Soik yang sedang menjalankan tugasnya dalam mengusut jaringan mafia BBM bersubsidi,” sambung Gilang.
Gilang menilai apa yang dilakukan oleh Rudy Soik seharusnya didukung dan dilindungi oleh Kepolisian, bukan malah dihukum karena kejahatan mafia BBM ini dapat merugikan masyarakat.
“Ini sungguh ironi, harusnya polisi seperti Rudy Soik ini didukung dan dilindungi bukan malah kena hukuman demosi. Ada apa ini? Apa karena dugaan adanya oknum polisi terlibat dalam mafia BBM ini benar?” ucap Legislator dari Dapil Jawa Tengah II itu.
“Keberanian mengungkap kebenaran harus didukung dan tidak dihukum, agar keadilan dapat benar-benar ditegakkan di Indonesia,” sambung Gilang.
Gilang menggarisbawahi soal Rudy Soik dikenakan sanksi saat kasus penyelundupan BBM bersubsidi mulai terbongkar dan menemukan titik terang, termasuk siapa saja pejabat hingga pengusaha berinisial HT yang diduga terlibat dalam jaringan mafia BBM ini.
“Dan hukuman demosi saudara Rudy Soik ke luar NTT yang menjadi locus (tempat) terjadinya pelanggaran justru menimbulkan pertanyaan. Seolah-olah yang bersangkutan memang sengaja dijauhkan dari pengusutan kasus ini,” kata Gilang.
Demosi adalah penurunan jabatan, fasilitas, dan gaji yang diberikan kepada seorang karyawan atau anggota kepolisian atau dikenal dengan penurunan pangkat.
Bukan hanya itu, Rudy Soik harus melakukan permintaan maaf secara lisan kepada institusi Polri dan pihak yang dirugikan, serta sanksi administratif berupa penempatan khusus selama 14 hari dan mutasi demosi keluar Polda NTT selama tiga tahun yakni ke Polda Papua.
Meski begitu, Rudy Soik melawan dan menyatakan siap buka-bukaan. Rudy Soik mengaku sudah mengantongi banyak bukti, termasuk keterlibatan oknum polisi pada jaringan mafia BBM bersubsidi yang disebut sudah ada lama di NTT. Gilang mendukung Rudy Soik untuk mengungkap penemuannya.
“Kita pasti dukung kerja-kerja yang dilakukan penegak hukum, apalagi ini berkaitan dengan kepentingan rakyat. Saya yakin masyarakat NTT juga ingin agar pengusutan kasus ini diteruskan,” tukasnya.