JAKARTA, FAKTANASIONAL.NET – Badan Legislasi DPR RI mendukung usulan revisi Undang-undang Nomor 9 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (PUB).
Undang-undang ini dinilai sudah usang dan tidak bisa diterapkan dalam mengatur kegiatan filantropi (kedermawanan Sosial), khususnya kegiatan penggalangan, pengelolaan dan penyaluran sumbangan.
Revisi Undang-undang ini mendesak untuk dilakukan agar filantropi bisa berkontribusi optimal dalam mendukung berbagai program pemerintah yang membutuhkan sumber daya dan dana dalam jumlah besar.
Dukungan Baleg DPR itu disampaikan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan di Gedung DPR, Selasa siang (5/11/2024).
Di forum tersebut, Aliansi menyampaikan urgensi revisi UU PUB yang dinilai menghambat hak dan partisipasi warga untuk mendukung pemerintah dalam mengatasi masalah sosial melalui kegiatan filantropi. Pada kesempatan yang sama, Aliansi juga menyerahkan Naskah Akademik dan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyelenggaraan Sumbangan yang diusulkan sebagai pengganti UU PUB.
Selain dihadiri anggota Baleg DPR, RDPU juga diikuti oleh perwakilan Aliansi, seperti Dompet Dhuafa, Yappika, Yayasan Penabulu, Human Initiatif, Filantropi Indonesia, dan IJRS (Indonesia Judicial Research Society).
Hamid Abidin, Koordinator Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan, menyampaikan bahwa filantropi yang saat ini tengah berkembang pesat berpotensi sebagai sumber daya alternatif untuk mendukung program-program pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran, seperti program ketahanan pangan, pemberdayaan ekonomi, sampai mitigasi perubahan iklim dan peletarian lingkungan.
Namun, dukungan itu terhambat oleh UU PUB yang bersifat restriktif dan dan menghambat perkembangan filantropi.
“Persyaratan yang rumit dan perijinan berjenjang yang diberlakukan dalam UU PUB justru merugikan pemerintah karena menghambat hak warga untuk berpartisipasi dalam pembangunan melalui sumbangan dan bantuan sosial yang bisa diberikan”, katanya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Rabu (06/11/2024).
Hamid mencontohkan, ketententuan perijinan dalam UU PUB menghambat lembaga-lembaga filantropi untuk bergerak cepat dalam penanganan bencana karena pengurusan perijinan memakan waktu lama.
Regulasi ini juga berpotensi mengkriminalisasi pegiat filantropi yang membantu korban bencana tersebut. Durasi perijinan yang hanya berlaku 3 bulan juga tidak memungkinkan lembaga filantropi mendukung program-program jangka panjang karena mereka harus menyerahkan laporan program saat mengurus ijin yang baru.