Kasus Bullying SMA Binus Simprug, Anggota DPR RI: Pihak Sekolah Harus Bertanggung Jawab

Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez/eMediaDPR RI.

JAKARTA, FAKTANASIONAL.NET – Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez mendesak pihak SMA Binus Simprug, Jakarta Selatan memberikan pertanggungjawaban dalam kasus bullying  yang terjadi di sekolahnya. Ia menegaskan, pihak sekolah tidak bisa lepas tangan jika dugaan pidana anak tersebut terjadi di lingkungannya.

“Pihak sekolah harus mempertanggungjawabkan hal ini karena dugaan aksi bullying terjadi di bawah atapnya sendiri,” katanya, Rabu (18/09/2024).

Gilang menyebut, pihak sekolah bertanggung jawab sebab tidak dapat memberikan pengawasan yang optimal terhadap para muridnya. Padahal, seharusnya sekolah menjadi tempat yang aman bagi siswa.

“Sekolah harus menjadi ruang aman bagi anak-anak kita untuk belajar dan berkembang, bukan sebaliknya. Jika benar perundungan dan pelecehan terjadi, sekolah harus bertanggung jawab. Jangan sampai ada yang ditutup-tutupi,”ujar Gilang.

Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR iti juga menekankan pentingnya pihak sekolah memiliki mekanisme pengawasan dan pencegahan yang efektif terhadap segala bentuk kekerasan, termasuk perundungan dan pelecehan seksual.

Menurut Gilang, penanganan perundungan harus melibatkan seluruh komponen sekolah, mulai dari guru, staf, hingga orang tua.

“Penting bagi semua lembaga pendidikan untuk membangun sistem pendukung yang memungkinkan siswa merasa aman untuk melaporkan segala bentuk kekerasan tanpa takut mendapat balasan,” ucapnya.

“Karena perundungan tidak hanya merugikan korban secara fisik, tetapi juga secara psikologis, yang dampaknya bisa berlanjut hingga dewasa,” sambung Gilang.

Gilang mengingatkan perihal Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pasal 76C UU 35/2014 mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan terhadap anak, termasuk menempatkan, membiarkan, menyuruh, atau turut serta melakukan kekerasan.

“Undang-Undang Perlindungan Anak sudah sangat jelas melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak, termasuk perundungan dan pelecehan seksual. Tidak ada ruang untuk kekerasan, terutama di lingkungan pendidikan, proses hukum harus terus berjalan,” urainya.

Apalagi, disampaikan Gilang, sudah ada Permendikbud No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP).